Apa itu Koin Dinar dan Dirham, Bisakah Untuk Transaksi di Indonesia?


Awal bulan februari 2021 ini jagat maya diramaikan dengan berita Zaim Saidi ditangkap oleh Bareskim Mabes Polri. Zam Saidi adalah pendiri pasar muamalah di Depok.

Pasar Muamalah menjadi sorotan masyarakat karena transaksi jual beli di sana berbeda dengan transaksi jual beli di pasar pada umumnya. Transaksi di pasar muamalah tersebut menggunakan koin dinar, dirham, dan juga sistem barter.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa Zaim dijerat dengan Pasal 9 Undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan atau Pasal 33 Undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang.

Pasal 9 Undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang Hukum Pidana menyebutkan "Barang siapa membikin benda semacam mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya lima belas tahun".

Pasal 33 poin 1a Undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang menyebutkan "Setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam bertransaksi yang mempunyai tujuan pembayaran dapat dikenakan pidana. Hukumannya antara lain berupa kurungan penjara maksimal satu tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta".

Sebagai informasi, pasar muamalah di Depok itu sudah beroperasi sejak lama, namun baru kembali mendapatkan sorotan belakangan ini.

Apa Itu Dinar dan Dirham?

Dinar merupakan koin yang terbuat logam emas. Dinar berdasarkan Hukum Syari’ah Islam adalah uang yang terbuat dari emas murni yang memiliki berat 1 mitsqal atau setara dengan 1/7 troy ounce. Dengan demikian, dinar emas memiliki berat 4,45 gram. Sementara World Islamic Mint (WIM), mengikuti pendapat Syaikh Yusuf Qardhawi, menetapkan 1 dinar memiliki berat 4,25 gram. Ketentuan berat 1 dinar = 4,25 gram ini diikuti oleh beberapa pihak seperti Kerajaan Kelantan di Malaysia, Wakala Induk Nusantara di Indonesia, dan Gerai Dinar di Indonesia.

Sementara dirham adalah koin yang terbuat dari logam perak. Dirham perak Islam berdasarkan ketentuan Open Mithqal Standard (OMS) memiliki kadar perak murni dengan berat 1/10 troy ounce, atau setara dengan 3,11 gram.

Di Indonesia, koin dinar dan dirham diproduksi salah satunya oleh PT Aneka Tambang Tbk atau Antam. Antam memproduksi dua jenis koin dinar, yaitu dinar Au (aurum) dan dinar FG (fine gold). Dinar Au produksi Antam ini memiliki kandungan emas 91,7 persen atau 22 karat. Koin dinar ini didesain dengan gambar Masjidil Haram di bagian depan dan bertuliskan dua kalimat Syahadat di bagian belakang. Dinar Au diproduksi dalam lima jenis koin, yakni 1/4, 1/2, 1, 2, dan 4 dinar Au. Masing-masing memiliki diameter dan berat yang berbeda.

Sementara untuk koin dinar FG memiliki kandungan emas 99,99 persen atau 24 karat. Koin dinar FG didesain sederhana dengan logo khas Logam Mulia dan tulisan Fine Gold.
Koin dinar FG diproduksi dalam empat jenis, 1/4, 1/2, 1, dan 2 dinar FG, dengan diameter dan berat berbeda tiap koinnya.

Untuk koin dirham perak produksi Antam memiliki singkatan Ag (argentum). Dirham Ag memiliki kadar perak 99,95 persen. Koin dirham perak diproduksi hanya dalam dua jenis, yaitu 1 dan 5 dirham Ag, dengan diameter dan berat yang berbeda. Kedua logam ini didesain dengan gambar Masjid Al-Aqsa di bagian depan, dan bertuliskan dua kalimat Syahadat di bagian belakang.

Sejarah Dinar dan Dirham

Koin awal yang digunakan oleh umat muslim merupakan duplikat dari Dirham perak Yezdigird III dari Sassania, yang dicetak dibawah otoritas Khalifah Umar radhiyallahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya adalah adanya tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan "Bismillah" dan bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim ditemukan pada koin yang dicetak oleh kaum Muslimin.

Standar dari koin yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn al-Khattab, berat dari 10 Dirham adalah sama dengan 7 Dinar (1 mitsqal).

Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi dia menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab. Khalifah Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang dicetak terdapat tulisan: "Allahu ahad, Allahush shamad". Dia juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf.

Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam. Dinar dan Dirham biasanya berbentuk bundar, dan tulisan yang dicetak diatasnya memiliki tata letak yang melingkar. Lazimnya di satu sisi terdapat kalimat “tahlil” dan “tahmid”, yaitu, “La ilaha ill’Allah” dan “Alhamdulillah” sedangkan pada sisi lainnya terdapat nama otoritas atau Khalifah atau Amir dan tanggal pencetakan; dan pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, dan kadang-kadang, ayat-ayat Qur’an.

Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya Kesultanan Utsmaniyah dan kesultanan-kesultanan muslim lainnya. Sejak saat itu, lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era paska kolonialisme di mana negara-negara tersebut merupakan pecahan dari negeri-negeri muslim.

Walaupun Tidak Bisa Digunakan Untuk Transaksi, Koin Dinar dan Dirham Bisa Digunakan Untuk Investasi


Sebenarnya berinvestasi dalam bentuk koin dinar dan dirham bisa-bisa saja karena terbuat dari logam mulia, tetapi ada pula yang cenderung memilih investasi dalam bentuk emas batangan. Koin dinar dan dirham ini bisa kita beli di tempat yang aman dan terjamin, seperti Antam.

Dengan kadar 22 karat, dinar bisa lebih kuat dibandingkan emas batangan, sehingga tidak mudah lecet. Karena itu, harga jual bisa lebih terjaga, terutama di kalangan sesama pengguna koin dinar.

Namun kekurangannya, investasi dinar dan dirham masih terbatas dan belum terlalu populer di masyarakat. Karenanya konsumen akan kesulitan menjual dinar di toko-toko perhiasan biasa. Jika bisa, harga jual bisa sangat turun. Karena di toko emas, umumnya hanya dihitung harga bahan bakunya saja, padahal pembuatan dinar memiliki ongkos produksi.

Meski diproduksi oleh Antam, konsumen akan kesulitan menemukan dan membeli dinar dan dirham di berbagai toko. Saat ini, jual beli dinar masih dilakukan di tempat-tempat tertentu, salah satunya di gerai Antam.

Sementara itu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan NOMOR 83/KMK.03/2002, Dinar dikategorikan sebagai perhiasan oleh Pemerintah , sehingga dikenakan PPn (pajak pertambahan nilai) yang besarnya 10%, sementara emas batangan malah tidak dikenakan PPn.

Dengan adanya beberapa kelemahan dan kelebihan seperti yang disebutkan diatas, keputusan untuk berinvestasi koin dinar dan dirham tergantung keputusan Anda sendiri, apakah lebih memilih dinar dan dirham untuk investasi, atau emas batangan.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url